Pengalaman Mengurus Jenazah Kakak Yang Meninggal Saat Liburan di Belanda

Berdasarkan pengalamannya itu, Vanessa berpesan, simpanlah semua bon asli: dari mortuary, rumah sakit, ambulan/mobil jenazah, biaya transpor dari bandara di Indonesia ke rumah duka, voorrijder, tukang angkut, dan lain-lain. Segala pembiayaan yang berkaitan dengan pemulangan jenazah sampai ke rumah duka harus dikumpulkan, untuk klaim asuransi. Namun biaya pemakaman tidak termasuk dalam klaim.

Pengurusan asuransi dilakukan belakangan, setelah semua selesai dan terbayarkan. Vanessa baru melakukan klaim ke asuransi setelah semua bon dan dokumen terumpul. Kira-kira 1 bulan setelah pemakaman.

Pemakaman Dennis. (Dok. Vanessa Soeters)

Waktu itu, pihak asuransi meminta semua bon asli, mulai dari biaya-biaya terkait pengurusan jenazah, fotokopi akte kematian dari RS Belanda dan dari KBRI, dan formulir klaim yang ada tanda tangan dokter, dan cap basah dari rumah sakit. Semua formulir dari asuransi diisi, kemudian dibawa ke rumah sakit tempat almarhum meninggal. Rumah sakit membantu meminta tanda tangan dokter dan cap basahnya di formulir-formulir tersebut.

Nah, ini yang perlu dicatat. Uang penggantian klaim asuransi hanya akan dibayarkan kepada orang yang namanya tercantum dalam satu Kartu Keluarga dengan mendiang.

Vanessa menuturkan, sebelum mengajukan klaim, semua bon asli sudah dikumpulkannya. Tagihan ambulan baru datang 3 minggu setelah kejadian, dan Vanessa baru bisa mengajukan klaim setelah semua bon lengkap.

Nisan makam Dennis. (Dok. Vanessa Soeters)

Semua biaya diganti oleh asuransi kira-kira 1,5 bulan setelah pengajuan klaim. Pengajuan klaim baru dilakukan 1 bulan setelah Dennis meninggal. Jadi, dari pertama keluar biaya sampai dana tergantikan oleh asuransi, kurang lebih 3 bulan kemudian.

Vanessa mengungkapkan, saat itu total biaya yang dia dan suaminya keluarkan di muka untuk repatriasi, kira-kira Rp 105 juta (setelah dikurs ke rupiah). Biaya yang dibayarkan dalam mata uang euro di Belanda, diganti dalam rupiah oleh asuransi.

Dia berpesan, sebagai sponsor, dirinya harus siap sedia dengan dana emergensi seperti itu. Baginya, itu adalah sebuah tanggung jawab yang besar dalam mengurus kepulangan tamu dengan aman ke negeri asalnya. Apalagi almarhum merupakan kakak kandung Vanessa sendiri.

Vanessa dan Dennis saat berlibur di Belanda. (Dok. Vanessa Soeters)

Di Bandara Soekarno Hatta, untuk menghindari antrian di pemeriksaan imigrasi, Vanessa langsung mendatangi petugas jaga dan memberitahu kalau pulang bersama jenazah dan harus menjemput jenazah di bagian kargo. Dia kemudian dibantu keluar tanpa antri bersama penumpang lainnya.

Musibah memang tidak bisa ditolak. Jadi penting bagi kita untuk selalu melakukan persiapan. Vanessa berharap agar pengalamannya bisa membantu pembaca sekalian dalam menghadapi kondisi emergensi seperti diceritakan di atas. Semoga para pembaca sekalian diberikan kesehatan.

Editor: Tian Arief