Penulis: Bambang Ponco
JIKA anda kebetulan melancong ke Amsterdam, Belanda, tepatnya Museum Square di wilayah Amsterdam Selatan, tak ada salahnya anda mengunjungi Rijksmuseum (Museum Nasional).
Museum yang pertama kali berdiri di Amsterdam pada 1808 (didirikan di Den Haag pada 19 November 1798) itu, pertama kali dibuka di kota itu pada 1885.
Pada 2014, Rijksmuseum dinyatakan paling banyak dikunjungi, dengan jumlah pengunjung 2,2 juta orang (2013) dan 2,47 (2014), dan museum ini adalah museum seni terbesar di Negeri Kincir Angin ini.

Nah, di Rijksmuseum -yang banyak menampilkan tema sejarah Eropa sejak tahun 1100 hingga 2000-digelar Pameran Revolusi Kemerdekaan Indonesia. Pembukaannya diresmikan oleh Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Belanda, Mayerfas, pada Kamis (10/2/22).
Pameran berjudul “Revolusi!” itu berlangsung pada 11 Februari hingga 5 Juni 2022, difokuskan pada Revolusi Kemerdekaan periode 1945-1949.
Pada pameran itu, anda bisa menyaksikan rekaman peristiwa sejarah, dari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 hingga kembalinya Presiden Soekarno ke Indonesia pada 28 Desember 1949, setelah penyerahan kekuasaan dari Belanda ke Indonesia.

Rekaman sejarah tersebut ditampilkan melalui lebih dari 200 koleksi seni dan benda bersejarah yang merepresentasikan pandangan 20 pelaku atau saksi sejarah, mulai dari pejuang, seniman, diplomat, politisi, hingga jurnalis. Koleksi benda-benda bersejarah itu dihadirkan melalui proses panjang sejak 4 tahun lalu.
Pemerintah RI, melalui siaran pers yang dikeluarkan KBRI Den Haag, menilai bahwa pameran ini dapat membuka perspektif baru dalam mempelajari sejarah kedua negara dalam melihat suatu periode sejarah.
“Pameran Revolusi dapat memberikan perspektif yang lebih luas dalam melihat sejarah, termasuk dari sudut pandang pelaku sejarah yang terlibat, benda seni dan benda bersejarah dari masa tersebut,” kata Dubes Mayerfas.

Peran Kurator Indonesia dan Belanda
Direktur Rijksmuseum Taco Dibbits menyebutkan, pameran ini merupakan kerja keras dari kurator Belanda maupun Indonesia.
Menurutnya, seluruh koleksi yang dipamerkan dikurasi oleh empat kurator, masing-masing Harm Stevens dan Marion Anker dari Rijksmuseum Belanda, serta Amir Sidharta (Direktur Museum Universitas Pelita Harapan Tangerang), dan Bonnie Triyana (sejarawan).

Bonnie Triyana (42), sejarawan yang juga Pemimpin Redaksi Majalah Online Historia.id, mengatakan, pihaknya sebenarnya akan memboyong tujuh lukisan koleksi Bung Karno bertema perjuangan, yang terpasang di Istana Negara, Jakarta, namun karena kendala teknis lukisan-lukisan tersebut tidak jadi dihadirkan.
Adapun koleksi seni dan benda bersejarah yang dipamerkan, selain berasal dari berbagai museum dan institusi di Belanda, juga berasal dari sejumlah museum di Indonesia, seperti Museum Affandi Yogyakarta, Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Art Council, Museum Seni Rupa Jakarta, Museum Komunikasi dan Informatika Jakarta, dan Museum Universitas Pelita Harapan Tangerang.
Berbagai koleksi yang ditampilkan, di antaranya kamera yang merekam Rapat Akbar di Lapangan Ikada (Lapangan Monas); koleksi dokumen dari dinas intelijen Belanda di masa kolonial, termasuk album foto pribadi Rosihan Anwar; lukisan atau sketsa Perundingan Linggajati karya Henk Ngantung (Gubernur DKI Jakarta periode 1964-1965); dan lukisan karya Sudarso yang menggambarkan potret Tanja Dezentje, warga Belanda yang menjadi WNI dan turut berjuang sebagai wakil Indonesia dalam diplomasi Kemerdekaan Republik Indonesia ke seluruh dunia.

Pameran ini juga menampilkan seni instalasi karya Timoteus Anggawan Kusno, seniman asal Yogyakarta. Seni instalasi ini menggambarkan perjuangan Indonesia sebelum revolusi kemerdekaan, dengan judul “Luka dan Bisa Kubawa Berlari”. Menurut Anggawan, karyanya ini diinspirasi oleh Bible Perjanjian Lama. “Semacam kotak hitam pesawat (perekam data penerbangan) yang mengungkapkan kejadian-kejadian setelah bencana terjadi, yang mengantar kita untuk merefleksikan revolusi,” ujar Kusno.
Bonnie Triyana mengungkapkan, proses perencanaan pameran ini telah dilakukan sejak 4 tahun lalu melalui proses negosiasi dan diskusi panjang, baik di Amsterdam maupun melalui media online Zoom, yang membahas segala pernak pernik kurasi pameran. Termasuk pengumpulan kurang lebih 200 objek pameran sesuai tema dari banyak sumber yang tersebar di beberapa negara.
Menyita Hingga 6 Ruangan Besar

Pameran “Revolusi!” ini menyita enam ruangan besar di museum megah itu. Lokasinya di sayap kiri gedung Rijksmuseum, yang disambut poster cukup mencolok di pintu masuknya, dengan tulisan dalam font ukuran besar berwarna merah menyala, “Revolusi!”.
Pengunjung yang memadati ruangan-ruangan pameran, sesaat setelah dibuka untuk umum pukul 17.00 waktu setempat, begitu antusias mengamati beberapa objek, antara lain video-video lawas yang merekam situasi sebelum dan setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, maupun Rapat Besar di Lapangan Ikada Jakarta.
Aura nasionalisme yang menyeruak saat menyaksikan pidato berapi-api Bung Karno di depan ribuan warga. Selain itu, terpasang poster maupun pamflet dan selebaran lawas, yang intinya mengajak rakyat Indonesia untuk berjuang mempertahankan Kemerdekaan.
“Sangat membakar semangat!” komentar Eka Tanjung, jurnalis lepas yang ditemui penulis di lokasi pameran.

Comments are closed.