Pengungsi Afghanistan dan Warga Belanda “Berebut” Rumah Sosial

Pencari suaka dari Afganistan

Musisi memainkan musik untuk Bacha Bazi (kiri). Kaum Syiah Hazara, etnis minoritas di Afghanistan (kanan). (tristoc & Nasim Fekrat)

Kementrian Luar Negeri Belanda sampai 5 September telah menerima 21.512 e-mail permintaan suaka. Jumlah orang yang meminta suaka tentunya lebih banyak dari jumlah e-mail ini.

Pemintaan suaka selain dari datang dari para aktivis di Afghanistan dan orang Afghanistan yang bekerja untuk negara barat, juga dikirim oleh kaum Syiah Hazara, atheis, penganut agama lain selain Islam, LGBT, dan anak laki-laki yang takut dipaksa Taliban dijadikan penari dengan memakai pakaian wanita dan diperkosa oleh tuan pemiliknya (Bacha Bazi).

Dewan Perwakilan Rakyat setuju untuk menampung pengungsi Afghanistan yang termasuk dalam kategori di atas. Masalahnya, banyak warga Belanda yang berpendapat bahwa negara Belanda sudah penuh. Warga Harskamp, sebuah lokasi tempat penampungan sementara pengungsi Afghanistan, memprotes kedatangan 800 pengungsi yang ditampung di desanya. Desa kecil ini hanya berpenduduk kurang dari 3000 orang dan menganggap desa mereka terlalu kecil dan sempit untuk menampung pengungsi dari Afghanistan. Mereka menyerukan “dahulukan bangsa sendiri”. Pengungsi dipindahkan ke lokasi Heumensoord di dekat kota Nijmegen yang lebih besar. Alasan pemindahan ini bukan karena protes, tetapi karena militer Belanda memerlukan tempat bekas pengungsi untuk latihan militer.

Demo di desa Harskamp memprotes kedatangan pengungsi Afganistan, Agustus 2021. (Dok. Dian Suwarsaputri)

RTL News melaporkan, lokasi-lokasi penampungan pengungsi di Belanda yang saat ini bisa menampung 29.000 orang telah dipenuhi 27.000 pengungsi. Untuk itu, lokasi-lokasi penampungan baru harus secepatnya direalisasikan, atau pengungsi yang sudah mendapat suaka tetapi belum pindah harus diberi rumah sosial secepatnya.

Jika semua pencari suaka Afghanistan masuk dalam kriteria yang diizinkan Dewan Perwakilan Rakyat, berarti mereka semua akan mendapatkan status statushouder.

Sebagaimana laporan KBC sebelumnya tentang krisis perumahan di Belanda, pemilik status ini termasuk dalam kategori urgent, yang berarti mereka harus mendapatkan tempat rumah sosial secepatnya. Ditentukan bahwa statushouder ini harus diberi rumah dalam waktu 10 minggu, sedangkan puluhan ribu warga Belanda sendiri sudah bertahun-tahun menunggu untuk mendapatkan rumah sosial.

Di sosial media ramai dibicarakan tentang pro dan kontra keberadaan pengungsi Afghanistan di Belanda. Warga Belanda selain merasa terancam kesejahteraannya karena pemerintah mendahulukan pengungsi, juga kurang bersimpati kepada pengungsi yang telah mendapatkan suaka, tetapi setiap tahun bisa pulang berlibur atau mengunjungi keluarga mereka, bahkan menetap berbulan-bulan di Afghanistan.

Demo krisis rumah di Amsterdam pada 12 September 2021. (Dok. Dian Suwarsaputri)

Juga dipertanyakan di mana posisi negara-negara Islam yang tidak berusaha menolong Afghanistan. Mengapa pengungsi selalu memilih suaka ke negara Barat yang jelas budaya dan norma-norma kehidupannya sangat berbeda dibandingkan dengan negara-negara tetangga mereka.

Pemerintah Belanda sementara ini tetap mendukung keputusan kebijakan mereka. Pengungsi Afghanistan telah bekerja membantu Belanda melaksanakan misi membangun Afghanistan menjadi negara yang aman. Mereka dan keluarganya sekarang terancam dibunuh Taliban, yang diprediksikan akan menghukum semua orang yang (telah) bekerja untuk negara barat. Untuk itu, Belanda tidak bisa lepas tangan dan wajib menyelamatkan para pengungsi itu dengan memberi mereka suaka.

Editor: Tian Arief