Pada periode pandemi COVID-19 pertama, dilaporkan jumlah aplikasi hipotek naik hampir 10 persen dibandingan dengan periode tahun sebelumnya. Selain itu, jumlah aplikasi hipotek untuk perbaikan rumah juga meningkat tajam selama periode pandemi ini, yakni sekitar 41 persen dibanding tahun sebelumnya.

Pada dasarnya, baik warga Belanda ataupun ekspatriat memiliki kesempatan yang sama untuk membeli properti di Belanda. Namun sangat disayangkan pasar properti saat ini sangat “brutal”, mengingat Belanda sedang berada pada titik housing bubble.
Kondisi ini menyebabkan tingginya harga jual properti, yang naik 5-20 persen dari harga yang tertera ataupun taksiran taxations terhadap nilai rumah dan bangunan. Berikut adalah ilustrasi tentang tingginya harga jual properti dibanding harga taksiaran taksiran taxatation.
Properti A, luas bangunan 100 m2, luas tanah 300 m2, harga jual diminta oleh pemilik rumah dan taxation di angka € 250.000.
• Property agent alias makelar akan menginformasikan tentang rumah tersebut secara lintas media -yang terpopuler Funda dan Pararus- dan berdasarkan pada iklan yang terpampang, makelar akan mengundang 20 peminat untuk melakukan peninjauan dan pengecekan kondisi rumah.

• Dari 20 orang pengunjung biasanya hanya sekitar 5-7 pengunjung yang tertarik dan akan melakukan penawaran untuk rumah tersebut dengan sistem bidding (penawaran) tertutup. Dari 5-7 peminat tersebut, mereka akan memberikan penawaran dengan angka 5-20 persen dari angka yang diminta.
• Tidak melulu peminat dengan penawaran tertinggi akan mendapatkan properti. Terkadang ada hal hal lain yang sifatnya di luar kendali yang menjadi pertimbangan penjual.
• Dengan proses bidding tertutup itu, proses penjualan menjadi tidak transparan, dan menyebabkan banyak kasus yang mengindikasikan penawaran lebih tinggi dan lebih tinggi lagi dari harga yang ditawarkan peminat. Misalkan, bidding yang ditawarkan di antara 50.000-100.000 euro lebih tinggi dari angka yang diminta.
Kondisi pasar properti yang “brutal” ini harus secepatnya ditinjau dan ditertibkan oleh pemangku kebijakan. Jika tidak, konsumen akan dirugikan karena mereka membeli dengan harga yang sudah tidak wajar dan tidak sesuai dengan nilai komersial.
Editor: Tian Arief