Java House, Warung Indonesia Rujukan Turis di Belanda Berusia Seperempat Abad

Dalam acara yang penuh keakraban dan kegembiraan itu, para tamu saling berkenalan satu sama lain, antara sesama orang Indonesia yang tinggal di Belanda maupun keturunan Indonesia Belanda.

Sumini, salah seorang karyawan Java House yang sudah mengabdi selama 20 tahun, mengaku bangga dan bersyukur bekerja di warung milik Djoen.

“Saya banyak belajar dan berharap agar Java House tetap ada sampai 25 tahun ke depan,” kata Sumini sambil tertawa.

Djoen di dalam warungnya yang asri. (Foto: Yuke Mayaratih)

Makanan dan kenangan

Salah seorang pelanggan setia warung Java House, Gledwin, mengatakan, ia selalu makan siang di Java House. Maklum, tempat ia bekerja tak jauh dari warung milik Djoen. Saking seringnya, Gledwin mengenal semua karyawan Java House: Sumini, Tami, dan Sisca.

Bagi Gledwin, menikmati makanan di Java House tak sekadar makan, tapi juga ada kenangan yang bisa dinikmati saat ia berada di sana. Ia teringat suasana Jakarta tempo dulu. Bayangan itulah yang membuatnya tak pernah beralih ke rumah makan Indonesia lainnya.

Djoen mengundang pelanggan pertama, yang sampai saat ini masih menjadi pelanggan setia. “Namanya Rick dan Alvon, mereka kakak beradik. Dulu mereka pelajar di kota Deventer. Saat itu mereka masih berumur 18 tahunan, dan saat ini sudah bekerja di Amsterdam jadi pelatih sepak bola.  Sampai hari ini mereka masih suka datang di akhir pekan. Menu yang mereka pesan juga tak berubah, yaitu nasi rames,” kata alumnus sekolah salon dan sekolah ekonomi di Erasmus Rotterdam itu dengan nada bangga.

[embedyt] https://www.youtube.com/watch?v=bczY-PDF5zw[/embedyt]

Saat waktu menunjukkan pukul 8 malam, dan hujan masih rintik-rintik, dan hari sudah mulai gelap, satu persatu tamu berpamitan. Mereka pulang ke rumah dengan membawa buah tangan cokelat yang dibagikan kepada para hadirin.

Djoen sendiri mengaku terharu dan hampir tak percaya jika usaha yang dijalani selama ini mampu bertahan sampai 25 tahun. “Ini semua karena anugerah Tuhan. Hanya Dia yang memberikan kemampuan dan kekuatan kepada saya selama ini. Ada banyak mujizat juga yang saya alami. Misalnya di saat pandemi, saya melihat ada banyak sekali rumah makan yang tutup. Banyak pengusaha yang gulung tikar. Salah satunya adalah restoran Indonesia yang baru saja buka, di Deventer juga ada yang tutup. Tapi Java House tetap buka dan bahkan ‘banjir’ pembeli. Meskipun banyak yang memesan lewat telepon (take home) tapi Java House bahkan tak pernah tutup, “ tutur ibu dari tiga anak dan nenek dari empat cucu itu dengan mata berkaca-kaca.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *




Enter Captcha Here :